Alhamdulillah, 24 Maret 2015 akhirnya saya dilantik menjadi alumni lulusan kimia UNJ. Wisuda ini gak lebih terharu dibandingkan rasanya setelah sidang. Wisuda memakai toga ini rasanya menjadi sensasi hidup, bangun pagi, mandi pagi dan teringat masa MPA dulu yang bangun pagi juga dilanjutkan mandi pagi, bedanya dulu MPA jaman puasa, setelah mandi pagi, pagi pagi buta udah ke salon untuk make-up.
Wisuda itu ngantuk dan bosan, waktu sesi upacara senat, orang paduan suara yang nyanyinya ngantukin, rektor yang sambutan kaya baca naskah novel gak tamat-tamat. Tapi yang lebih bahagia adalah waktu sebelum upacara senat kita semua wisudawan selfie sampai gak ada yang terkontrol. Era jaman selfie.
Yang paling bikin deg-degan adalah waktu jalan ke depan dan bertatapan dengan pak suyono dekan FMIPA, deg-degan karna takut salah cara salamannya, walaupun sebenernya saya kemaren udah jadi simulasi tapi deg-degan aja. keringet dingin dan gak nyangkaa akhirnya ngambil ijazah sendiri bukan orangtua yang ngambil. Ijazah perjuangan murni semurni-murninya, kalo dulu waktu SMP-SMA mungkin ada KKN-nya guru karna saya adalah anak dari bapak yang terkenal. Rasanya ini perjuangan diri sendiri tanpa embel-embel nama bapak atau nama siapapun.
itulah alasan kenapa akhirnya saya memilih di Jakarta, bukan di purwokerto yang kala itu saya diterima di jurusan kimia juga, alasannnya simpel karena saya gak mau memikul nama besar. tanggung jawabnya besar meeen. waktu SMP-SMA mungkin saya belum punya rasa malu, masih masa bodo, tapi saya bertekad kuliah harus keluar dari zona nyaman. dan tadaaa saya membuktikannya bahwa saya bisaa. semua ini tidak lepas dari support kedua orangtua saya bapak ibu yang saya sangat cintai.
walaupun IPK yang saya dapet gak cumlaude, dan terbilang biasa ajaaa karena emang saya orangnya biasa gak goblok-goblok amat dan pinter-pinter amat. tapi yang bikin haru adalah ketika bapak dan ibu bangga melihat nilai IPK saya, karena mereka berdua tau perjuangan saya selama kuliah. mereka tahu saya yang berbeda dari kakak-kakak saya yang bukan berkependidikan (murni) pasti berat melaluinya. karena keluarga saya adalah didikan mental pak guru bu guru.
S.Si ini untuk bapak dan ibu, yang sudah menuntaskan kewajibannya menyekolahkan anaknya sampai jenjang tertinggi, terimakasih bapak ibu atas pengorbanannya untuk anakmu yang keras kepala, suka ngambek, marah-marah, pemalas, moody, terimakasih kesabaran kalian yang menunggu anakmu lulus telat, terimakasih pak bu.
akhirnya di keluarga ada gelar yang berbeda S.Si. Anak yang paling berbeda.
salam,
Farha