Pilih Jaringan Internet Cepat Untuk Freelancer, Bangun Kesehatan Mental Setelah Resign
By Farhati Mardhiyah - 11:18 PM
Setelah memutuskan resign, banyak teman kantor yang menyayangkan keputusan saya. Sebab, saya mengajukan resign sudah mendekati waktu lebaran yang seharusnya mendapatkan THR dan bisa ambil jatah cuti melahirkan. Tapi demi merawat kesehatan mental, saya merelakan dua keuntungan tersebut.
Meskipun di tempat saya bekerja dulu banyak karyawan perempuan, tidak lantas membuat mereka “memaklumi” dengan kondisi saya sedang hamil, ditambah sedang pandemi. Apalagi, setelah saya tertular COVID-19 saat usia kehamilan 5 bulan.
Pengalaman Panik dan Sulit Percaya Diri Saat Bekerja
Kondisi saat itu gampang parno, ada teman seruangan yang sedang flu batuk saja saya sering mengajukan WFH dengan HRD. Paham lah, bagaimana saat genting pandemi tahun 2021.
Akibat sering mengajukan WFH, akhirnya saya sering dijadikan bahan omongan karyawan lain. Entah dibilang kok jarang masuk sih?, kok enak WFH terus?, gak keliatan kerjanya, gak ada hasil pencapaian apapun, dan sebagainya.
Sampai pada kondisi, saya merasa tertekan untuk pergi bekerja. Apalagi saat dipanggil owner perusahaan, saya bisa panik keringat dingin, takut ada yang salah dengan progress hasil kerja, hingga pernah sulit mengatur nafas saat presentasi.
Awalnya sih, saya kira maklum saja karena bertemu dengan petinggi perusahaan langsung. Tapi, saya baru sadar ternyata kesehatan mental saya sudah terganggu.
Saya mulai menyadari, saat melakukan meeting dengan tempat bekerja sampingan atau freelance. Kok happy-happy aja dan lebih santai ya?. Hasil dari setiap KPI pekerjaan saya pun memuaskan.
Padahal ya sama, posisinya saya langsung tek-tokan dengan owner brand. Bedanya, saya lebih nyaman dengan pekerjaan freelance tersebut. Saat itu saya merasa lebih dihargai, lebih dipercaya, tidak didikte, bebas dengan kreatifitas, dan beban pekerjaan tidak ditanggung sendiri.
4 Faktor Kesehatan Mental yang Rentan Terjadi di Kantor
Faktanya, kantor yang punya kesadaran pentingnya kesehatan mental para karyawan memang bisa bikin produktivitas meningkat. Selain itu, pastinya gak bikin karyawan datang dan pergi begitu cepat alias akan betah bekerja di tempat yang sama.
Setidaknya, ada 5 faktor yang memang saya rasakan mempengaruhi kesehatan mental saat bekerja.
Beban Kerja Berlebihan
Jangan ditanya kalau ini, bisa dibayangkan pekerjaan social media specialist dipegang oleh satu orang. Tidak ada tim branding, content creator, KOL specialist, atau job desk bagian digital marketing lainnya.
Saya mulai merasa overload, ketika dibebankan harus membantu strategi penjualan produk. Tidak ada tim yang bisa saya ajak diskusi, ya cuma satu orang itu pun ads marketer.
Ketidakjelasan Peran
Peran saya dengan job sebagai sosial media specialist saat itu tidak jelas. Ada arahan yang berbeda dari dua kubu, akhirnya menyebabkan ketidakpastian dan sulit mencari solusi.
Lingkungan Kerja Tidak Nyaman
Sebelum pindah kantor, ruangan saya hanya merupakan petakan kamar yang tidak layak disebut kantor. Ruangan tersebut kalau malam sering dipakai tidur oleh karyawan lain yang menginap.
Parahnya, pencahayaannya buruk dan pengap. Gak heran, saat itu sering tertular flu dan batuk. Yang paling parah, saya mungkin tertular COVID-19 di ruangan tersebut.
Konflik di Tempat Kerja
Meskipun sudah pindah kantor dengan tempat yang lebih layak, tidak mengurungkan niat saya untuk tetap resign, Sebab, ya memang sudah ada konflik dengan HRD yang baru.
Sulit mengajukan izin dengan kondisi saya hamil dan masih dalam keadaan pandemi. Selain itu, jam kerja saya sebagai sosial media spesialis dari atasan sebenarnya fleksibel. Tidak ada aturan 8 jam kerja harus ada di kantor.
Tapi, dari HRD ternyata lain lagi. Permintaan dari teman karyawan lain, jadi saya pun harus sesuai dengan aturan 8 jam kerja. Ya, mulai saat itu saya ubah kesepakatan lagi dengan atasan untuk tidak mengganggu di luar jam kerja.
Adanya konflik tersebut membuat saya jadi merasa sungkan, lebih cemas kalau ada yang salah dengan pekerjaan, tidak nyaman, hingga stress.
Setelah menyadari adanya ciri-ciri kesehatan mental terganggu, saya mulai mempertimbangkan untuk segera resign. Awalnya ragu, mau melahirkan takut tidak ada tabungan nantinya.
Bersyukur, ada jaringan internet cepat di rumah. Meskipun sudah resign dan hamil besar, saya masih bisa produktif bekerja dari rumah. Pikiran jauh lebih tenang, punya waktu lebih banyak juga untuk fokus mempersiapkan mental lahir batin saat melahirkan.
Jaringan Internet Cepat, Alat Tempur Penting Untuk Freelancer
Ketika memutuskan merantau dan mulai mandiri berpisah dengan mertua, hal penting dan utama yang dilakukan adalah pasang WiFi di rumah. Selain lebih hemat, WiFi dengan jaringan internet cepat bisa bebas melakukan aktivitas digital tanpa khawatir kuota cepat habis.
IndiHome adalah pilihan pertama dari suami, sebab aksesnya sudah terjangkau oleh lingkungan rumah saya. Tanpa ba-bi-bu, selesai pindahan langsung menghubungi customer service untuk segera dipasang layanan internet IndiHome.
Jaringan internet cepat dari Telkom Indonesia ini punya ragam pilihan paket internet. Ada paket internet cepat unlimited mulai dari 20 Mbps hingga 300 Mbps. Kebutuhannya bisa disesuaikan, ingin menambahkan fitur phone, TV, Entertainment, movies, gamer, dan lainnya.
Kalau saya memilih jaringan internet cepat dengan berlanggan IndiHome paket 2P digital channel dengan biaya 275.000/bulan. Sesuai dengan kebutuhan, untuk saya bekerja dari rumah, tambahan hiburan dari streaming YouTube dan Film untuk keluarga.
Alhamdulillah, kalau dihitung-hitung sih penghasilan sebagai freelancer lebih besar dibandingkan saat bekerja dengan gaji UMR Jogja. Setelah punya anak pun, saya masih tetap bisa produktif bekerja dengan membagi waktu jam kerja, menyiapkan kebutuhan keluarga, dan bermain bersama anak.
Apakah pengalaman tidak mengenakkan sebelumnya membuat saya trauma untuk bekerja kantoran lagi? Tentunya tidak, tapi lebih pilih-pilih dan menggali informasi terlebih dahulu apakah kantor tujuan sudah aware dengan isu kesehatan mental atau belum.
Semoga pengalaman ini bisa jadi pelajaran untuk teman-teman yaa untuk sadar dengan isu kesehatan mental. Soalnya, banyak juga yang tetap bertahan karena sulitnya mendapatkan pekerjaan. Yuk, bangun kesehatan mental di lingkungan kerja kalian juga supaya bisa memancarkan aura positif!