“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS. Albaqarah [2] : 218)
Dalam menjalani sebuah proses kehidupan kita manusia di muka bumi ini akan mengalami sebuah perputaran bumi mengelilingi matahari, pergantian siang dan malam, pergantian tahun, pergantian sebuah masa. Sebuah proses kehidupan yang kita jalani tidak mewujudkan sosok manusia menjadi pribadi yang ihsan dan taqwa. Dalam menuju proses taqwa kita memiliki sebuah fase.
Setelah fase kehidupan tamat mendapatkan gelar Sarjana, harapan terwajar apalagi yang dinantikan selain mendapat pekerjaan?. Harapan itu tercurah dalam setiap do'a meminta pada Allah agar diberikan rizqi melalui amanah pekerjaan di suatu tempat. Lalu bagaimana jika Allah belum berkehendak sesuai dengan apa yang kita harapkan? Bagaimana jika Allah memiliki rencana yang berbeda dari apa yang kita harapkan? Bagaimana kita bisa mengetahui Allah belum berkehendak namun kita masih terus berharap?.
Fase tersebutlah yang menjadi proses tak terlupakan. Proses menuju taqwa, memperbaiki hubunganku dengan Allah, hubunganku dengan sesama makhluk ciptaan-Nya, yang terus dilakukan sampai tidak ada batas tenggat waktu.
Seperti sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muawiyyah ra., Rasulullah bersabda "Hijrah tidak akan terhenti (terputus) sampai terputusnya pintu taubat, dan pintu taubat tidak akan terhenti (tertutup) sampai keluarnya matahari dari ufuk barat (kiamat)"
Ingatkah kita pada peristiwa Empat Belas Abad yang lalu ketika Rasulullah melakukan perjalanan hijrah yang berat yaitu meninggalkan kota kelahirannya Makkah dan pergi menuju Madinah. Perjalanan hijrah tersebut dilalui melalui berbagai rintangan, mendaki gunung berbatu, berjalan di bawah teriknya matahari padang pasir, bahaya kejaran kaum kafir Quraisy yang mengancam nyawa Rasulullah. Keyakinan dan ketaqwaan Rasulullah akhirnya membawa keberhasilan beliau sampai di kota Madinah. Hijrah yang dilakukan Rasulullah ini membangun kejayaan peradaban Islam dan menyebar luar hingga ke pelosok-penjuru bumi.
Peristiwa hijrah Rasulullah tersebut menjadi muhasabah bagiku. Faseku tidak hanya menunggu agar Allah memberikanku rizqi pekerjaan namun aku mulai memutuskan untuk melangkah menuju harapan demi harapan yang lebih baik.
Kemudian aku mulai merangkai, apa yang harus diperbaiki? apakah hubunganku dengan Allah sudah benar? apakah hubunganku dengan makhluk ciptaan-Nya sudah benar? melalui proses muhasabah dan analisa yang mendalam seperti yang dilakukan Rasulullah ketika memutuskan untuk hijrah ke kota Madinah. Harapan demi harapan baru itu mulai tercipta.
Akupun memutuskan untuk menambah ladang pahalaku, yaitu mencoba menciptakan peluang kesempatan untuk kuliah lagi ke jenjang selanjutnya yaitu Magister, berbagi ilmu yang telah diperoleh melalui program mengajar untuk anak-anak kurang mampu, meningkatkan welas asih dan peka terhadap sekitar, dan menjadi lebih sederhana. Keputusanku ini adalah suatu tantangan yang harus dihadapi untuk meningkatkan kualitas diri yang ternyata menambah ikatan bathinku pada Allah.
Keputusanku ini yang merupakan bagian dari hijrah, tanpa disadari aku tidak hanyak melakukan hijrah secara lahiriyyah (fisik) seperti yang dijelaskan sebelumnya, namun ternyata aku telah melakukan hijrah secara bathiniyyah yaitu berhijrah kepada Allah dan Rasul. Bagaimana aku menjadi rendah diri (tawadhu), tenang, pasrah (tawakkal) dalam menyikapi berbagai hal yang terjadi, yang kemudian aku menjadi merasa lebih dekat dengan-Nya.
Melalui proses menanamkan kasih sayang mengiringi sikapku yang tawakkal menerima keadaan, melalui proses ketaqwaan mengiringi semangatku untuk beribadah lebih pada-Nya, melalui proses sederhana mengiringi sikap tawadhu' untuk senantiasa bersyukur pada-Nya. Kehidupanku jadi lebih baik dengan berhijrah, Allah telah memisahkan dan membedakan antara yang haq dan bathil, membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hijrahku membawaku menjadi lebih taqwa, jauh dari saliha namun terus melakukan hijrah untuk mendekati saliha.
Sebagai muslimah kita memiliki pengalaman hijrah yang berbeda. Namun tidakkah intinya sama hijrah merupakan sebuah perjalanan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah semata untuk membangun kehidupan yang lebih baik?. Seperi 4 wanita penghuni surga yang memiliki perjalanan perjuangan yang berbeda, jika Khadijah merupakan sosok wanita yang berjuang menemani Rasulullah berdakwah, Fatimah mengajarkan tentang taat dan bakti seorang anak terhadap orang tua, Asiyah memiliki keteguhan dan pendiriannya atas keimanan terhadap Allah, Maryam memiliki ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah dalam menghadapi ujian yang Allah berikan. Maka, jadilah seperti Khadijah, Fatimah, Asiyah dan Maryam ketika melakukan proses hijrah.
Pengalaman hijrah ini akan menjadi sebuah catatan sejarah dalam kehidupanku, begitu juga kehidupan kalian yang sedang belajar seperti halnya aku dalam berhijrah. Rasulullah telah membuktikan bahwa pengalaman hijrah dari kota Makkah ke Madinah menjadi sebuah catatan sejarah bukan hanya untuk kehidupan Rasulullah, namun untuk kehidupan seluruh ummatnya karena melalui hijrah tersebut Rasulullah telah membawa ummatnya dari kegelapan menuju terang, dari kemunduran menuju kejayaan. Bahkan kisah perjuangan Rasulullah dalam melakukan hijrah menjadi kisah inspiratif, sosoknya yang memiliki keyakinan dan ketaqwaan pada Allah selalu menjadi alarm bagi ummatnya untuk mencontoh ketauladanan yang dimiliki Rasulullah.
Ukirlah pengalaman hijrahmu sendiri meniru ketauladanan Rasulullah, terus mencoba hamba shaliha seperti 4 wanita penghuni surga, melalui cara dan jalan yang berbeda namun tetap mengharap ridho Illahi, ketaqwaan akan mengiringi langkah kalian menggapai harapan yang lebih baik.
Tulisan ini diikut sertakan dalam kompetisi blog yang diselenggarakan oleh saliha.id menyambut Tahun Baru Islam dengan Tema "Jadi Lebih Baik dengan Hijrah"