Era digital saat ini sebenarnya sangat memudahkan kita untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya, namun saking mudahnya, saat ini setiap orang begitu mudah melakukan share baik berupa gambar dan tulisan, terkadang kita menjumpai informasi yang kebenarannya sangat meragukan.
Apalagi beberapa bulan kemarin dihadapi dengan masa Pemilu 2019, banyak sekali isu-isu saling menjatuhkan sama lain, bahkan beberapa wilayah terjadi pertikaian karena dipicu oleh postingan di sosial media, begitu mengerikan bukan?.
Berita, tulisan maupun meme gambar yang sebenarnya berisi hoax bisa menyebabkan terjadinya post truth, apa yang diterima akhirnya dinilai benar, penyebabnya apa sih?.
Penyebabnya "Malas Membaca dan Mencari Informasi Pendukung", artinya tingkat literasi sangat rendah. Indonesia sendiri, peringkat literasi dunia berada di rangking 61 dari 62 Negara, hanya mengalahkan 1 Negara!. Malu kan?.
Prihatin dengan keadaan Indonesia, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (BiMas) Islam menyelenggarakan pelatihan literasi informasi bagi generasi Millenial pada tanggal 24 sampai 26 Juni 2019 di Hotel Aston Kartika, Jakarta.
"Jangan sampai anak muda Indonesia terjebak dengan hoax, ujaran kebencian, radikalisme, pornografi, dan menebarkan paham keagamaan menyimpang atau bermasalah" Mohammad Amin, Dirjen Bimas Islam
Kegiatan pelatihan ini tujuannya untuk meningkatkan nalar dan daya kritis generasi muda dalam menerima dan menyebarkan informasi di era distuptif saat ini. Pelatihan literasi ini melibatkan juga media online islami, blogger dan Ogranisator Keagamaan.
Mohammad Amin, Dirjen Bimas Kementerian Agama, membuka pelatihan literasi bagi generasi millenial |
Isu Agama yang sangat Sensitif Digilir Menjadi Hoax
Konten yang membahas tentang agama cukup ramai belakangan ini, apalagi terkait dengan pemerintah yang ujungnya menyinggung kecondongan politik salah satu individu. Konteks agama terkait dengan keimanan dan ibadah seseorang kalau menurut paham saklek tanpa mencari informasi pandangan-pandangan dari berbagai Ulama, akhirnya bisa memicu perdebatan berkepanjangan lalu muncullah kerisuhan di media online.
Kementerian Agama sendiri sering sekali disikut oleh kelompok tertentu yang memanfaatkan situasi. Kebijakan terbaru yang terkait dari Kemenag seperti pengadaan kartu nikah dan pengaturan pengeras suara di masjid dan mushalla, keduanya viral diberitakan seakan Kemenang tidak Pro dengan Islam.
Padahal Kemenang punya alasan tersendiri atas kebijakannya, tidak mungkin sembarangan menggunakan Uang Negara untuk mencetak kartu nikah, misalnya seperti itu. Kartu Nikah sebenarnya membantu masyarakat Indonesia untuk pengganti buku nikah agar mudah dibawa kemanapun sebagai Identitas, pengeras suara sebenarnya agar masjid mushalla tertib menggunakan pengeras suara, toh kita tidak hidup hanya berdampingan dengan Islam.
Pada pembukaan pelatihan literasi, Dirjen Bimas Islam, Mohammad Amin menyampaikan bahwa sebagai generasi anak millenial di Indonesia jangan sampai terjebak hoax, ujaran kebencian, radikalisme, menebarkan paham agama yang menyimbang, meningkatkan daya literasi informasi begitu penting untuk menumbuhkan daya kritis dan nalar generasi muda.
Kenali dan Lawan Berita Hoax
Beberapa kali momen terkait Pemilu, Indonesia sempat ramai karena adanya pembatasan sosial media yang dilakukan Pemerintah melalui komando Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Pembatasan sosial media sebenarnya dilakukan untuk melawan berita hoax yang bisa muncul melalui share di aplikasi chat ataupun sosial media.
Rantai berita hoax yang mudah sekali diteruskan sebenarnya karena setiap manusia memiliki Ruang Gema, dimana setiap apa yang dibaca atau dilihat akan ada rasa sepemikiran. Kalau dari kita, masing-masing individu tidak mampu mencerna, maka yang terjadi adalah tidak terputusnya rantai share mengenai berita hoax tersebut.
Ditjen Aplikasi dan Informasi Kominfo, Anthonius Malau berbagi tips kepada genarasi Millenial untuk lebih mudah mengenali ciri-ciri berita hoax, seperti.
- Judulnya provokatif
- Isi berita tak sesuai judul
- Mencatut nama tokoh yang dimanfaatkan dengan nilai-nilai ideologi atau agama
- Hasil foto berupa rekayasa atau editan
- Berupa meme menyesatkan
Berita hoax maupun ujaran kebencian yang beredar di Internet ada 3 yaitu saracen, MCA dan hoax. Penyebaran isu hoax maupun ujaran kebencian ternyata mampu memicu konflik sosial, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Poso, Kabupaten Bima, Balai Asahan.
Lalu, bagaimana cara melawan hoax?. Melawan hoax sebenarnya sangat mudah, asal kita bisa menggunakan nalar dan logika pada saat menerima suatu share atau melihat media online di sosial media. Lima langkah cara melawan hoax ini bisa kamu terapkan dalam keseharian
- Tanyakan sumbernya
- Cek kredibilitas sumbernya
- Pahami isi tulisan
- Lakukan verifikasi
- Berhenti di kamu
Tagline saring sebelum sharing dan think before share memang sangat pas agar kita bisa terhindar dari segala jenis hoax. Kominfo sendiri memiliki akun sosial media di Instagram untuk menjelaskan berita hoax yang beredar, follow saja "misslambehoax", akun ini membantu kita terjernihkan akan berita-berita palsu yang menyesatkan.
Selain itu, kalau kita menemukan berita yang mengandung hoax, ujaran kebencian yang sangat mencurigakan langsung saja laporkan ke email, website maupun whatsapp dan akun sosial media dari Kominfo.
Memutus Penyebaran Hoax
Sudah seharusnya dan kewajiban kita ketika menerima sebuah kiriman baik meme maupun berita tidak langsung share otomatis, atau kita kenal share bait. Banyak sekali di sekeliling kita hanya membaca judul yang terkesan menarik dan satu ruang gema dengannya, otomatis langsung dia share, padahal belum tentu isinya sama atau belum tentu beritanya bisa dikonfirmasi kebenarannya.
Membaca suatu berita atau tulisan itu butuh kecerdasan untuk mencerna memahami isi tulisan yang disampaikan, begitu yang disampaikan oleh Dewan Pers Indonesia, Imam Wahyudi. Untuk mencari kebenaran dari suatu informasi tidak hanya cukup satu refrensi, maka dari itu lebih baik mencari informasi pendukung dari artikel atau sumber berita lain sehingga kita bisa mempertimbangkan kebenaran beritanya.
Dengan mencari informasi lebih, hoax sebenarnya bisa dicegah bahkan diputus rantainya. Selain itu, banyak sekali dari kita berdebat menggunakan literatur terbaru tapi melupakan literatur lama dengan nilai sejarah yang kuat, bisa dibilang digunakan hingga jaman sekarang.
Staf Ahli Kemenang yang juga ahli Filologi Indonesia, Oman Fathurahman menyampaikan kalau kita berdebat seharusnya sudah punya refrensi yang sudah dibaca dan dikaji terlebih dahulu. Refrensinya yang digunakan juga tidak bisa sembarangan, diusahakan refrensinya adalah refrensi paling akhir jadi konten yang diperbedatkan tidak bisa disanggah lagi, ibaratnya "tarik panah sampai dalam agar melesat jauh".
Manuskrip naskah kuno bisa digunakan untuk dipelajari sebagai wawasan sejarah nusantara yang kaya dan kental dengan literatur. Manuskrip ini bisa digunakan sebagai sanggahan tak terbantahkan pada perdebatan atau suatu konteks yang bisa mengacu pada berita hoax.
Menteri Agama Ajak Millenial "Jangan Baper Bersosial Media"
Tidak disangka, diluar dari rangkaian acara, karena anak millenial selalu aktif main sosial media, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyempatkan hadir dalam acara pelatihan literasi, beliau hadir karena peserta millenial ini banyak yang mention di twitter mengenai acara literasi dari Bimas Islam Kemenag.
Beliau menyampaikan begitu senang dan antusias mengetahui ada acara khusus untuk mengumpulkan anak-anak muda, apalagi dalam pelatihan literasi ini menggandeng media islam, organisasi, blogger dan juga influencer. Saya sendiri mewakili komunitas Blogger Crony Community bersama 7 Blogger Crony Community (BCC) squad lainnya.
Era teknologi digital saat ini tidak ada yang pernah meninggalkan main sosial media, tujuan bersosial media sejatinya memang untuk bersosialisasi karena manusia adalah makhluk sosial bukan soliter yang tidak bisa hidup sendiri. Tapi, Pak Lukman berpesan perlu digaris bawahi main sosial media tidak boleh baper, karena sosial media bisa berbahaya memicu permusuhan, perdebatan dan perpecahan. Gunakan sosial media untuk menebar kebaikan, itu juga pesan dari Menteri Agama.
Penyampaian Materi bijak sosial media, islam rahmatan lil alamin dan moderasi beragama oleh Pak Menag Lukman Hakim Saifuddin |
Selain itu, Menteri Agama juga berpesan pada 80 peserta anak-anak muda yang hadir untuk menebarkan nilai-nilai islam Rahmatan Lil Alamin sesuai ajaran Rasulullah. Menag juga menyampaikan pesan generasi muda juga harus memahami keberagaman dalam merajut kebersamaan.
Keberagaman dalam sudut pandang perbedaan pandangan pendapat ulama juga disampaikan, bahwa sudah seharusnya kita memahami betul adanya perbedaan sudut pandangan, seperti yang kita tau terdapat 4 madzhab yang masing-masing punya pandangan berbeda.
Begitu juga Menag berpesan pada generasi millenial untuk menerapkan moderasi beragama untuk menghadapi tantangan jaman globalisasi. Generasi millenial punya peran penting karena aktif, kratif dan inovatif serta terhubung luas dalam bersosialisasi, untuk itu penting menyebarkan prinsip wawasan moderasi beragama agar pesan moderat dan toleran serta menjaga umat dari paham yang bermasalah.
Berkecimpung langsung di dunia sosial media, apalagi sebagai seorang blogger, secara tidak sadar apa yang saya lakukan lewat sosial media akan terekam jejak digital. Apalagi seharusnya saya lebih update dan membantu teman lain yang membutuhkan informasi mengenai berita happening, masih muda juga tentunya lebih aktif mencari dan meluangkan waktu membaca artikel-artikel.
Menurut saya juga, moderasi beragama memang sangat cocok untuk Indonesia karena kita ini terdiri dari berbagai macam suku, budaya dan agama, sudah sepatutnya saling toleran, menebar kebaikan dan kasih sayang. Kalau kalian masih Millenial, sudah aktif melawan hoax dan menyebarkan islam Rahmatan lil Alamin belum?.
Generasi millenial yang aktif, kreatif, innovatif dan jaringan luas harus cerdas mencerna hoax, mari semangat tingkatkan literasi |
Salam,